Deva, adik saya yang sekarang di kelas tiga SMP, sempat kena omel oleh Ibu. Gara-garanya nilai gala widyatama (semacam tes try out) kurang memuaskan, terutama nilai matematika dan fisika. Tampaknya rayuan saya bertahun-tahun supaya Deva tertarik pada kedua pelajaran itu tidak menemui kesuksesan.
Untungnya beban kesalahan tidak sepenuhnya saya tanggung. Deva sebelumnya juga sudah diikutkan les privat matematika dan fisika di rumah. Hmm.. jadi sedikit merasa “nurture” mungkin hanya sebagian potongan puzzle, potongan puzzle yang lain adalah “nature”. Adik saya, terlihat dari kesehariannya, lebih tertarik dengan seni daripada logika. (e.g main gitar dan juga sedikit ngedance). 🙂
Di tangan Ibu, ada beberapa lembar daftar nilai yang diberikan oleh sekolah. Satu lembar berisi data nilai semua murid di kelasnya Deva. Di situ ditulis juga rata-rata (atau disebut mean) dan standar deviasi. Di lembar yang lain, diberikan data untuk kelas yang lain, tapi hanya rata-rata dan standar deviasinya. Sedangkan data nilainya sendiri tidak ada.
Baru saat ini, saat melihat daftar nilai, angka-angka itu makes sense bagi saya. Melihat ke belakang waktu SMP dan SMA, saya menerima rapor tiap akhir semester. Di rapor tersebut disebutkan nilai murid dan rata-rata kelas. Tapi saya hanya memperhatikan nilai murid. Rata-rata kelas? Mungkin pak Guru menambahkannya di buku rapor supaya kelihatan lengkap saja. No! Angka itu memberitahu sesuatu.
Bagian fun-nya, dengan angka rata-rata dan standar deviasi itu, saya bisa bermain “guess and check”. Maksudnya, saya coba menebak berapa nilai Deva, lalu kemudian membandingkan tebakan itu dengan data aslinya. Bila bedanya beda-beda tipis, rasanya menyenangkan dan juga menambah kepercayaan akan metode yang digunakan. Bila bedanya jauh, saya jadi tertarik kenapa bisa begitu. Jadi, dua-duanya baik tebakannya pas atau tidak, sama-sama memberikan peluang untuk belajar. Belajar dengan menyenangkan tentunya.
Rata-rata dan standar deviasi lumayan memberikan informasi. Ditambah jika distribusinya normal, maka sekitar 68% nilai-nilai ada di sekitar nilai “rata-rata” plus/minus “standar deviasi”.
Untuk menebak posisi Deva, asumsinya distribusi nilai yang ada di kelasnya Deva adalah distribusi normal yang bentuknya seperti di atas. Nilai-nilai kebanyakan ada di sekitaran rata-rata.
Asumsi ini tidak berlaku secara general. Bisa saja distribusinya tidak normal, dan rata-rata serta standar deviasi tidak banyak memberitahu posisi nilai kita ada di mana. Bisa saja distribusi nilainya seperti ini dimana nilai-nilai tidak berkumpul di sekitaran rata-rata.
Ini fallacy yang ke-0 yang pernah di-postkan di blog, fallacy statistik.
(0). Hati-hati dengan orang yang memberikan properti dari data, tetapi bukan datanya.
Kita sering lihat orang-orang melakukan ini. Misalkan, orang datang dan berkata, “Inilah nilai rata-rata dari kuis dan standar deviasinya.” Itu tidak memberitahu kita banyak tentang posisi kita, karena mungkin tidak terdistribusi normal. Kita perlu lihat datanya. Dan, jika kita melihat sekilas datanya, ya itu terdistribusi normal sehingga standar deviasinya meaningful. Jadi, jika bisa setidaknya coba lihat datanya.
Setelah saya membaca ulang post tentang fallacy ini, saya tersenyum. Untung saja sekolah Deva tidak masuk dalam fallacy ini. Selain memberitahu rata-rata dan standar deviasinya, mereka juga memberikan datanya. Thanks! 🙂 Dari data ini, saya bisa mengecek apakah asumsi distribusi normal masuk akal. Nanti bisa kelihatan bentuk kurvanya.
Asumsi yang kedua, mengenai tebakan tentang kemampuan Deva. Deva jarang belajar matematika dan fisika. Jadi, Deva mungkin bukan outlier yang ada di nilai tinggi. Dan mungkin juga bukan yang bawah.
Dengan dua asumsi itu, distribusi normal dan bukan outlier, time to estimate!
Untuk matematika, rata-rata kelas 4,70 dan standar deviasinya 1,83. Posisi Deva mungkin ada di sekitaran rata-rata. Mungkin di atas rata-rata sedikit, tetapi kurang dari rata-rata + standar deviasi atau (4,70 + 1,83) atau sekitar 6,5. Jadi, antara 4,7 dan 6,5 . Hmm, menebak dengan angka bulat. 6,0. Saya bilang ini ke Ibu dan Ibu hanya tersenyum kecut. 🙂
Untuk fisika, rata-rata kelas 4,74 dan standar deviasinya 1,78. Angka-angka ini hampir sama dengan matematika. Sehingga posisi Deva mungkin sama penjelasannya dengan matematika. Murid yang tertarik matematika biasanya tertarik juga dengan fisika. Sebaliknya murid yang kurang tertarik matematika biasanya juga kurang tertarik dengan fisika. Mungkin nilai matematika dan nilai fisika berkorelasi. Jadi tebakannya antara 4,74 dan 6,5. Ambil 6,0.
Nilai aktualnya Deva: matematika 5,0 (tebakannya 6,0) dan fisika 5,5 (tebakannya 6,0).
Not bad! Selisihnya tidak beda jauh. Berarti kedua asumsi sebelumnya, distribusi normal dan bukan outlier, cukup masuk akal. Hanya saja saya ternyata overestimate untuk kedua-duanya. Mungkin karena bias berharap Deva dapat nilai bagus. Untuk lebih meyakinkan asumsi distribusi normal, saya cek distribusi dari data aslinya.
Sure enough, bentuknya mendekati distribusi normal.
Moral dari post ini adalah: Dev, kamu harus rajin belajar! 🙂
Try out jelek tak masalah. Toh saya dulu juga begitu. Mungkin dulu SMP dan SMA saya memang bengal, jadi try out gak pernah diseriusin. Paling serius pun try out cuma masuk posisi 100 besar dalam total satu nama tempat bimbel.
Yang penting itu hasil akhirnya, saat UNAS dan saat keterima di SMA mana.
Iya mas Asop. Try out dijadikan pemanasan untuk “perlombaan” yang sebenarnya.
Itu mirip dengan pemikiran saya soal jangan buru buru percaya properti data. Bagi saya setiap kita mendengar kesimpulan pemikiran orang lain, jangan langsung percaya dahulu. Tapi dicari tahu bagaimana proses masalah pikiran hingga pada kesimpulannya. Karena bisa jadi orang lain mempunyai kelemahan menyampaikan pemikirannya atau dari diri kita sendiri yang tidak mudah paham maksud orang lain.